
Secara umum PPN dan PPnBM adalah pajak atas konsumsi. Apakah yang dimaksud dengan jasa dan barang?
Pengertian Jasa adalah:
Semua kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyediakan suatu barang, fasilitas, kemudahan atas hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan atau petunjuk dari pemesan.
Pengertian Barang adalah:
Setiap barang yang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau tidak bergerak maupun barang tidak berwujud.

Yang termasuk barang kena pajak diantaranya adalah barang hasil pertanian, hasil perkebunan dan hasil kehutanan, barang hasil peternakan, perburuan/penangkapan atau penangkaran yang diambil dari sumbernya, barang hasil penangkapan atau budidaya perikanan yang diambil langsung dari sumbernya, barang hasil pertambangan, penggalian pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya, barang-barang kebutuhan pokok, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, listrik, saham, obligasi dan surat-surat berharga sejenisnya, air bersih yang disalurkan melalui pipa. Yang termasuk jasa kena pajak (PPN) diantaranya adalah jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, jasa di bidang pelayanan sosial (panti jompo, museum), jasa di bidang pengiriman surat, jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi, jasa di bidang keagamaan, jasa di bidang pendidikan, jasa di bidang kesenian, jasa di bidang penyiaran, jasa di bidang angkutan umum, jasa di bidang tenaga kerja, jasa di bidang perhotelan, jasa di bidang telekomunikasi, jasa telepon umum coin-box, jasa telegram.
Cara menghitung PPN
PPN yang terhutang = tarif x Dasar Pengenaan Pajak
Bagi PKP penjual merupakan Pajak Keluaran (PK)
Bagi PP pembeli merupakan Pajak Masukan (PM)
Contoh 1.:
Pengusaha Kena Pajak (PKP) “A” bulan Januari 1999 menjual Rp. 30.000.000,-
Tunai kepada PKP “B” 200 pasang sepatu
@Rp. 150.000,-
PPN terhutang yang dipungut oleh PKP “A” Rp. 3.000.000,-
10% x Rp. 30.000.000,- +
Jumlah yang harus dibayar PKP “B” Rp. 33.000.000,-
Contoh 2.:
PKP “ B” dalam bulan Januari 1999 menjual
150 pasang sepatu @ Rp. 200.000,- Rp. 30.000.000,-
Memakai sendiri 10 pasang sepatu untuk
pemakaian sendiri DPP adalah harga jual tanpa
perhitungan laba kotor yaitu Rp 150.000 per pasang
PPN yang terhutang:
Atas penjualan 150 pasang sepatu
10% x Rp. 30.000.000,- = Rp. 3.000.000
Atas pemakai sendiri
10% x 1.500.000,- = Rp. 150.000,-
Jumlah PPN yang yang terhutung adalah Rp. 3.150.000,-
Contoh 3.:
PKP pedagang eceran (PE) “C” menjual
Barang kena pajak (BKP) seharga Rp. 20.000.000,-
Bukan BKP Rp. 10.000.000,-
Total penjualan Rp. 30.000.000,-
PPN yang terhutang adalah = 10% x 20.000.000,- Rp. 2.000.000,-
PPN yang harus disetor= 10% x 20% x Rp. 30.000.000,- Rp. 600.000,-
Contoh 4.:
PKP “D” pabrikan yang menghasilkan mesin cuci pakaian. Mesin cuci pakaian dikategorikan sebagai barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah dan dikenakan PPnBM dengan tarif sebesar 20%. Dalam bulan Januari 1999 PKP “D” menjual 20 mesin cuci kepada PKP “E” seharga Rp. 60.000.000,-
PPN yang terhutang= 10% x Rp. 60.000.000,- = Rp. 6.000.000,-
PPnBM yang terhutang= 20% x Rp. 60.000.000,- = Rp. 12.000.000,-
PPN dan PPnBM yang terhutang PKP “D” = Rp. 18.000.000,-
Contoh 5.:
Bila PKP “E” bulan Januari 1999 menjual 20 mesin cuci tersebut diatas seharga Rp. 70.000.000,- maka
PPN yang terhutang = 10% x Rp. 70.000.000,- = Rp. 7.000.000,-
PKP “E” tidak boleh memungut PPn BM karena PKP “E” bukan pabrikan, dan PPn BM dikenakan hanya sekali.
Source : Modul PPN, Lembaga Pendidikan Reksadaya Bina Pratama,